Bangunan Masa Renaissance
Gereja Basilika St.
Petrus di Roma (Vatikan)
Pembangunan gereja Basilika ini mulai tahun 1506,
untuk menggantikan sebuah gereja yang sudah berumur 1200 tahun, yang berdiri
diatas makam St. Petrus (Zaman Kristen Awal). Setelah para arsitek bersaing
untuk mengajukan rancangannya, pemenangnya adalah Donate Bramante. Kemudian
para arsitek lainnya seperti Raffaelo dan Michaelangelo berulangkali melakukan
perubahan besar. Ketika Kathedral itu selesai dibangun pada tahun 1623, hanya kubah
besarnya saja rancangan Michaelangelo yang menyerupai rencana asli.
Diatas deretan pilar, berdiri patung-patung besar
(orang-orang yang dihormati dalam agama Kristen) menghadap halaman dalam bentuk
oval. Patung tersebut bergaya barok yang dirancang oleh Bernini puluhan tahun
kemudian. Gereja basilika St. Petrus adalah
Gereja Agung umat Katholik yang merupakan hasil rancangan beberapa arsitek dan
seniman. Pembangunannya memakan waktu lama, antara tahun 1506-1626.
Bentuk gereja ini pada awalnya mengambil bentuk bangunan basilika
Romawi. Basilika adalah bangunan yang biasa dipakai untuk pengadilan atau
perniagaan oleh bangsa Romawi. Bentuk basilika inilah kemudian ditiru umat
Nasrani sebagai bangunan gereja, setelah Kaisar Konstantin memberikan kebebasan
terhadap perkembangan agama Kristen di Romawi. Kaisar Konstantin yang menjadi
Kaisar Romawi pada 313 Masehi kemudian merombak bangunan Santo Petrus di Kota
Roma.
Yang ditiru dari arsitektur bangunan basilika untuk
gereja adalah susunan ruangnya, seperti ruang tengah, barisan tiang-tiangnya,
tempat memasukkan cahaya dan peninggian lantai. Di dalam bentuk gereja basilika
juga dibuat atrium, berupa ruang terbuka di dalam gedung yang banyak dibuat
pada rumah-rumah kaum bangsawan roma, ini juga seperti Toko Buku Selexyz Dominicanen yang terletak di
kota Maastricht, provinsi Limburg, Belanda ini merupakan sebuah bekas gereja kuno yang dibangun pada tahun 1294.
Tiang dan kepala-kepala tiang basilika diambil dari gaya tiang tipe Iona
dan Korinthia Romawi. Di atas tiang-tiang dipasang balok-balok lurus gaya
Yunani (architrave) dengan langit-langit lengkung Romawi. Di bagian atas
jendela-jendelanya dibuat melengkung karena pada masa itu belum dikenal kaca,
sehingga sebagai penutup jendela dipakai papan pualam yang diukir tembus
(ajour). Langit-langit dibuat dari kaso-kaso kayu yang dipasang miring, karena
langit-langit gaya Romawi sangat tebal dan berat, tidak kuat ditahan oleh
tiang-riang Romawi yang bentuknya ramping.
Gereja dengan bentuk
basilika biasanya dilengkapi ruang persegi empat (atrium) yang dikitari
tiang-tiang. Di tengah-tengahnya dibuat kolam tempat menyucikan diri. Beranda
atau teras bertiang yang dihubungkan dengan beranda depan disebut narthex. Di
kemudian hari, kolam dan narthex ditiadakan, karena dianggap tidak terlalu
penting dan tempat ini dijadikan satu ruang saja. Narthex digunakan sebagai tempat
untuk orang yang telah dibaptis, tetapi belum boleh masuk ke dalam gereja.
Bagian dalam basilika dibagi barisan tiang-tiang membentuk tiga atau lima
ruangan.
Bangunan setengah
lingkaran (apsis) yang biasa dipakai sebagai tempat hakim Romawi, dijadikan
tempat paduan suara pendeta. Altar yang dikelilingi kursi berjejer setengah
lingkaran, digunakan untuk biskop dan pendeta tertua. Altar tersebut diberi
langit-langit kebesaran di atas tiang-tiang (ciborium). Di bagian tengah gereja
basilika terdapat tempat penyanyi paduan suara yang terbuat dari batu pualam
dan dilengkapi mimbar untuk tempat membaca kitab suci. Sedangkan menara tempat
menggantung lonceng besar (companile) dan ruang pembaptisan (baptisterium)
merupakan ruang tambahan yang dibangun terpisah dari bangunan induk.
Memasuki abad ke-15
ketika Eropa memasuki zaman renaissance, banyak terjadi penyalahgunaan
kedudukan pemimpin keagamaan. Karena itulah dominasi Gereja Roma mendapat
tentangan kaum reformis yang dipimpin oleh Martin Luther, yang kemudian
menimbulkan Gereja Protestan. Dalam persaingan antara Gereja Katholik Roma
dengan kaum reformis di Eropa barat, Paus Julius II kemudian membongkar Gereja
Santo Petrus dan melakukan sayembara perencanaan Gereja Santo Petrus yang baru.
Dalam sayembara tersebut,
denah rancangan arsitek Bramante terpilih sebagai denah baru Gereja Santo
Petrus. Denahnya berbentuk persegi, pengembangan dari bentuk Salib Yunani.
Tetapi karena Paus Paulus II terburu wafat, perencanaan gereja kebesaran ini
kemudian dikembangkan lagi. Sekitar enam orang arsitek telah ikut turun tangan
merancang Gereja Santo Petrus, sebelum arsitek terkenal zaman renaissance, Michelangelo, mengubah denahnya.
Sebagian besar rancangan Santo Petrus dikerjakan oleh Michelangelo dari
1545 s.d. 1564, yang denahnya dikembangkan dari Salib Romawi. Setelah
Michelangelo melakukan perubahan rancangan, masih dilakukan perubahan lagi
sebanyak dua kali oleh 2 orang arsitek, sampai mendapatkan bentuk Gereja Santo
Petrus yang sekarang. Sedangkan rancangan beranda dan halaman muka Gereja Santo
Petrus dikerjakan oleh Lorenzo Bernini (1598-1680). Kubah Gereja Santo Petrus
baru dibangun sesudah meninggalnya Michelangelo.
Arsitek-arsitek Zaman renaissance nampaknya
lebih menyukai bentuk rancangan melebar seperti istana, dibandingkan dengan
bentuk vertikal dalam gaya Gothic. Sebab,
Zaman renaissance banyak memperhatikan antroposentris, sifat
humanis, individualis, kehidupan dipandang secara optimis, penuh percaya diri,
sehingga para arsitek pun menghadapi kehidupan ini dengan penuh kegairahan.
Karena itulah ukuran-ukuran Gereja Santo Petrus ini semuanya menjadi serba
raksasa. Lebar tampak depannya saja menjadi 117 meter, tinggi 50 meter, luas
bangunan sekitar 21.000 meter persegi dan tinggi kubahnya melebihi 130 meter.
Gereja Basilika St. Petrus kini telah menjadi peninggalan karya
arsitektur gereja yang monumental dan megah. Gereja ini telah merekam sejarah
arsitektur, dari Zaman Basilika sampai Zaman renaissance yang
kemudian melahirkan gaya Barok. Dalam arsitektur renaissance, denah bangunan sangat terikat pada
dalil-dalil yang sistematik, seperti bentuk simetri, kejelasan dan teraturan
bentuk. Teknik konstruksi yang rumit dihindari. Kubah arsitektur renaissance merupakan ciri khas yang menyolok, yang
banyak diterapkan pada bangunan-bangunan gereja. Kubah ini merupakan bentuk
baru yang dibangun di atas bangunan yang berbentuk silinder, yang menjadi
bagian penting dengan hiasan-hiasan tiang, jendela-jendela, dan sebagainya.
Gereja Santo Petrus
dapat dikatakan sebagai karya arsitektur gereja
hasil pandangan intelektualitas arsitek-arsitek renaissance,
yang telah membuat pembagian denah dan pembagian detail-detail tampak bangunan
yang teratur, sehingga keindahan arsitekturnya dapat dimengerti melalui pikiran
yang tenang dan teratur.
Eksterior
Kapel Sistina adalah bangunan batu persegi-empat yang tinggi. Bagian
luarnya tidak dihiasi dengan hiasan-hiasan arsitektur atau dekoratif seperti
yang biasanya ada di banyak gereja-gereja zaman Abad Pertengahan dan Renaissance di Italia. Bangunan ini tidak
memiliki facade bagian luar ataupun pintu gerbang yang dapat
digunakan untuk prosesi arak-arakan karena jalan masuk selalu lewat ruang-ruang
dalam di lingkungan Istana Kepausan. Ruangan dalamnya dibagi menjadi tiga
lantai dengan bagian paling bawahnya berukuran sangat luas dan ditopang oleh
ruang bawah tanah berbentuk setengah lingkaran yang sangat kokoh, dilengkapi
juga dengan beberapa jendela dan sebuah pintu untuk menuju ke halaman luar.
Bagian atasnya adalah ruangan utama, yakni Kapel itu sendiri, dengan
ukuran dalamnya adalah panjang 40,9 meter (134 kaki) dan lebar 13,4 meter (44
kaki) sesuai dengan ukuran Kuil Solomon seperti yang ada di dalam Perjanjian
Lama.[9] Langit-langit
yang melengkung berbentuk kubah memiliki ketinggian 20,7 meter (68 kaki) dari
lantai. Bangunan ini memiliki enam jendela berbentuk melengkung di kedua
sisinya dan dua jendela dengan bentuk yang sama di bagian depan dan
belakangnya. Beberapa jendela ini telah ditutup, namun kapelnya masih dapat
dimasuki.
Di atas langit-langit yang melengkung terdapat lantai tiga bangunan
dengan kamar-kamar untuk para penjaga. Di lantai ini dibangun jalan terbuka
yang mengelilingi bangunan yang ditopang oleh sirip-sirip fondasi yang muncul
menggantung dari tembok. Jalan terbuka ini telah dilindungi dengan atap karena
kerap kali menjadi sumber masuknya air ke kubah kapel.
Kerusakan dan keretakan di Kapel Maggiore memaksa kapel yang baru untuk
membangun penopang yang sangat besar untuk menyokong dinding-dinding luar.
Dibangunnya bangunan-bangunan lain di sekitarnya telah menyebabkan perubahan
pada tampilan luar Kapel Sistina ini.
Interior
Desain interior gereja Vatikan memiliki interior yang sangat megah
dan melambangkan keagungan Tuhan. Interior gereja vatikan berdesain elegan dan
didominasi oleh warna putih. Didalam gereja tersebut, terdapat banyak
patung-patung figure Alkitab. Sesuai dengan namanya, di dalam gereja Vatikan
terdapat patung Santo Petrus dan juga kuburan santo Petrus. Dalam gereja ini
terdapat berbagai hiasan-hiasan di atas kubah-kubah gereja. Kubah gereja
tersebut terdapat fresco-fresco atau lukisan yang indah ciptaan beberapa
pelukis terkenal seperti Michaelangelo yang terkenal sebagai seniman yang lahir
di er renaissance. Karena
gereja ini dibangun pada era renaissance
maka, banyak patung dan lukisan-lukisan sebagai pemanis dari
interior gereja tersebut.
Seperti juga kebanyakan bangunan yang diukur secara internal, ukuran
pastinya sulit untuk didapatkan, namun perbandingan umum dari ukuran kapel ini
dapat diperkirakan dengan cukup akurat. Panjang bangunan ini adalah ukuran
dasarnya, dibagi tiga untuk memperoleh ukuran lebar bangunan dan dibagi dua
untuk memperoleh ukuran tinggi bangunan. Sehingga terciptalah rasio 6:2:3 untuk
panjang, lebar dan tinggi bangunan.
Dengan menggunakan rasio tersebut, terdapat enam jendela di tiap sisi
bangunan dan dua jendela di bagian depan dan belakang bangunan. Selembar
penyekat yang memisahkan kapel sebenarnya diletakkan tepat di tengah-tengah
antara dinding altar dan pintu masuk, namun hal ini telah berubah. Ukuran
perbandingan yang jelas merupakan ciri khas arsitektur
Renaissance dan mencerminkan berkembangnya ketertarikan terhadap warisan
klasik Romawi.
"Pengadilan Terakhir" dilukis oleh Michelangelo antara tahun 1535-1541,
setelah Jatuhnya Roma
tahun 1527 oleh para tentara bayaran dari Kekaisaran
Romawi Suci, yang secara efektif mengakhiri zaman Renaissance Romawi, tak lama
sebelum Konsili Trento. Pengerjaannya
dilakukan dalam ukuran yang besar, dan meliputi semua dinding di belakang altar
Kapel Sistina
